.
Lalu tiba-tiba terdengar suara gemuruh, langit terlihat hitam pekat, Ninapun mempercepat langkah kakinya.
.
Tak terlihat halte bus di sekitar, matanya menyusuri seisi jalanan kota memilih tempat terdekat untuk berteduh.
.
Tak lama berjalan disepanjang trotoar, tiba-tiba ia menemukan sebuah kedai kopi yang seketika membuat langkahnya terhenti.
.
Perasaan itu datang kembali bersama kenangan masa lalunya, kenangan yang indah sekaligus menyakitkan, kenangan yang tak jua hilang bersama waktu yang berlalu.
.
Ardian, wajahnya terpampang jelas dalam lamunan Nina, suasana dan aroma ini seketika membuat semua kenangan itu kembali dalam ingatannya dengan begitu cepat.
.
Aroma kopi semakin jelas saat ia buka pintu kedai. Sebuah meja kosong terlihat di ujung ruangan tepat di samping jendela kaca yang lebar, ia putuskan untuk duduk disana.
.
***
"Ayolah.." Kata Nina sembari menaruh secangkir kopi white cream di atas meja.
.
"Tidak, aku sibuk", kata Ardian sambil memainkan jari-jarinya diatas laptop.
.
"Yaudah aku ajak Tomi aja", Sahut Nina merajuk, wajahnya nampak cemberut,
.
Seketika jari-jari tangan Ardian terhenti, Ia melihat Nina dengan tersenyum dan tidak mengatakan apapun. Lalu meminum secangkir Mochaccino latte panasnya.
.
"Apa ?" Kata Nina, masih dengan wajahnya yang cemberut.
.
"Sejak kapan kamu suka bola?" tanya Ardian meletakkan cangkirnya lalu merubah posisi duduknya menghadap Nina.
.
"Kenapa?"
.
"Sebelumnya aku ga pernah lihat kamu nonton bola, di Tv sekalipun"
.
"Emm.. Aku suka kok Ardian, aku juga pernah nonton pertandingan bola, kamu ga tau aja"
.
"Oh ya? " Ardian menatap Nina dengan pandangan ragu. Nina hanya mengangguk.
.
"Baiklah.. besok kita nonton, kamu suport tim yang mana?"
.
"Hah ?" sahut Nina spontan.
.
"Hah ?" Ardian menirukan ucapan Nina, hendak menanyakan maksut pacarnya itu.
.
"Emm.. Emang besok tim mana yang mau main?"
.
Ardian tertawa lepas, lalu memukul kepala Nina dengan sebuah ballpoint yang dia ambil dari atas meja. Sepertinya niat Nina untuk mengelabuhi Ardian sudah ketahuan.
.
Nina mengelus-elus kepalanya dengan wajah masam.
.
"Aku mau nonton, udah lama kita ga jalan, ayuk nonton bola" Nina semakin merengek kepada Ardian.
.
Ardian hanya menghela nafas dan tersenyum melihat Nina.
.
***
"Silahkan mbk, ini buku menunya"
.
Lamunan Nina buyar, seorang pelayan kedai menaruh sebuah buku menu di mejanya, namun Nina sepertinya tidak berniat untuk membaca buku menu itu.
.
"Satu Mochaccino latte panas" katanya sambil tersenyum.
.
"Ada lagi mbk?"
.
"Tidak, terimakasih"
.
Sepuluh tahun sudah berlalu sejak terjadinya peristiwa itu, peristiwa kecelakaan beruntun yang menewaskan Ardian kekasihnya, tapi kenangan-kenangan bersamanya masih juga terekam jelas.
.
Kopi pesanan Ninapun datang.
.
"Silahkan mbk" kata seorang pelayan kedai.
.
"terimakasih"
.
Nina berkata dalam benaknya
"Akan kusimpan kenangan-kenangan itu selamanya, aku rindu kamu Ardian, benar-benar rindu".
.
Suara telepon berdering, ternyata dari Ibu Nina.
.
"Hallo Ma, aku sepertinya akan pulang terlambat"
.
"Iya sayang, kamu hati-hati di jalan ya"
.
"Iya, nanti Mama makan duluan ya"
.
"Iya, kamu juga jangan lupa makan"
.
"Iya, bye Ma.."
.
Ibu Nina adalah satu-satunya orang yang membuat Nina mampu melewati segalanya, dan ialah yang menjadi alasan Nina untuk kembali menata hidupnya.
.
Beberapa saat berlalu, pengunjung kedai mulai berdatangan, alunan music mulai terdengar, membuat Nina semakin nyaman untuk berlama-lama.
.
Tak lama terdengar suara pintu kedai terbuka lagi, dan seorang wanita terlihat berjalan masuk, lalu duduk di sebuah kursi kosong.
.
Ia terlihat begitu cantik dengan shortdress berwarna hitam, tatapan matanya tajam dan karismatik, cat kukunya berwarna merah marun senada dengan warna lipstiknya, rambutnya ikal panjang tergerai.
.
Nina memperhatikannya dengan seksama, sejenak tiba-tiba ia teringat tulisan yang ia baca dari sebuah website dikantor tadi siang, "Black is for a woman and pink is for a teenager", saat ia menyadari warna baju yang ia kenakan Ninapun tertawa sendiri, merasa konyol.
.
Wanita itu melihat jam tangannya, sepertinya ia sedang menunggu seseorang, lalu ia menyilangkan kakinya yang jenjang dan terlihat begitu elegan dengan highheel tinggi berwarna hitam.
.
Banyak pria pengunjung kedai diam-diam memperhatikannya, sekalipun mereka sedang duduk bersama pasangan mereka.
.
Nina tersenyum
"Wanita cantik hanya dengan menunjukkan sedikit belahan dadanya sudah cukum membuat pria brengsek manapun tergoda" gumamnya dalam hati.
.
Sesaat kemudian wanita itu terlihat tersenyum memandang ke arah pintu lalu melambaikan tangan, sepertinya teman kencannya sudah datang.
.
Nina sedikit penasaran, seperti apa pria itu, yang mampu mendapatkan hati dari wanita yang nyaris sempurna seperti dia.
.
Pintu kedai mulai terbuka, seorang pria dengan jaket kulit hitam dan celana Jeans terlihat menghampirinya.
.
Seketika mata Nina terbelalak, jantungnya mulai berdetak tak beraturan,
.
"Ardian ?"
To be continue
No comments:
Post a Comment