Mbak Rosinem mengepel lantai sambil berdendang dengan asiknya, sesekali menggoyangkan pinggulnya mengikuti irama suara gendang dari lagu dangdut yang ia putar dari handphonenya.
.
Kriiiiing..... kriiiiiiing... kriiiing...
"Eh ono telpon tho" Ia baru menyadari setelah beberapa lama telepon berdering.
.
"Ya hallo, selamat pagi"
.
"Pagi mbak Rosinem"
.
"Eh Bu Silvi ya?"
.
"Iya, kok lama sih angkat teleponnya?"
.
"Hehe Ros baru ngepel buk"
.
"Makanya dilepas itu sumpel telinganya biar denger kalau ada telepon"
.
"Hehe" Rosinem nyengir.
.
"Dasar mbk Ros, Mbak nanti kalo ada temen aku namanya Yuli dateng, bilang ke dia aku udah berangkat duluan"
.
"Oh njeh buk" sahut Rosinem, lalu menutup teleponnya.
.
Rosinem hendak memasang kembali earphonenya berniat melanjutkan kembali lagu dangdut kesukaannya.
.
Ting tong... ting tong..
"Aduuh.. sopo meneh tho iki?"
.
Belum sempat ia melanjutkan, terdengar suara bel pintu berbunyi, iapun segera membuka pintu.
.
"Eh mas Aris"
.
"Hi Rosalinda....", sapa Aris kepada mbak Rosinem dengan wajah sumringah.
.
"Hehe mas Aris kok mukanya cerah banget hari ini, udah dapet pacar pasti ini"
.
"Duh mbak Ros, bikin suasana hatiku kembali kelabu aja"
.
"Ooh belum ya mas? mau Ros kenalin temen Ros dikampung ga?, si Juminah kayaknya masih jomblo"
.
"Hehe soal si Juminah kita pending dulu mbk, Indra ada kan?"
.
"Oh ada mas, monggo duduk dulu. Mas Aris mau minum apa?"
.
"Ga usah mbak, bangunin Indra gih" sahut Aris sambil melepas kacamata hitam miliknya dari wajahnya yang bulat.
.
"Wah ndak berani mas" sahut mbak Ros.
.
"Kenapa?"
.
"Mas Indra baru pulang tadi jam tiga pagi, semalem kayaknya pergi sama mbak Karina"
.
"Ah kampret tuh anak, udah aku aja yang bangunin"
.
Aris menuju kamar Indra, lalu membuka pintu kamarnya yang kebetulan tidak terkunci.
.
"Ndra, bangun lu" sambil menepuk-nepuk pundak Indra, namun Indra tidak juga bangun.
.
"Bangun... Oey..", Aris menggoyang-goyangkan punggung Indra lebih keras.
.
"Apaan sih", sahut Indra sambil dengan berat hati membuka matanya, "ah elu Ris, gangguin gue aja" sahutnya lalu memejamkan matanya lagi.
.
"Bangun.. Tadi gue ke Apartemen elu mau nge-gym tapi ga ada yang bukain pintu, udah gue tebak lu pasti pulang kerumah tante Silvi, sini kunci Apartemen lu kasih ke gue", pinta Aris.
.
"Lu ga sopan amat hari minggu bangunin orang, masih pagi pula" sahut Indra dengan nada malas.
.
"Udah buruan" sahut aris.
.
"Tuh dikantong celana gue" sahut Indra sambil menunjuk kearah celana jeansnya yang tergantung.
.
"Hehe oke thank you" sahut Aris senang, "oh iya, gue udah dapet nomer telepon tu cewek" tambahnya.
.
"Cewek, siapa?" sahut Indra masih dengan mata terpejam.
.
"Cewek berbaju merah jambu, yang kita lihat dua minggu lalu di kedai kopi" Sahut Aris sambil merapikan rambutnya yang cepak di depan cermin,
.
"Iseng-iseng gue cari informasi dari kartu-kartu nama yang keselip di sampul bukunya", sahut Aris lagi sembari memakai kacamata hitam miliknya,
.
"nih gue taruh sini Ndra" tambahnya sambil meletakkan sebuah kertas di atas meja kamar.
.
Indra tidak bersuara, matanya masih saja terpejam.
.
"Ah sialan dia tidur lagi" sahut Aris kesal lalu keluar kamar.
.
Kemudian Indra membuka matanya, Ia teringat akan sebuah foto yang disimpannya, foto Nina mengenakan seragam SMA, bersama seorang pria yang wajahnya begitu mirip dengannya, hanya saja pria itu terlihat lebih muda.
.
Kemudian diambilnya buku bersampul abu-abu milik Nina dari dalam tas kerjanya.
.
"Sebenernya siapa ni cowok, kenapa wajahnya mirip banget sama gue?" tanya Indra dalam hati sambil mengamati foto itu.
.
Nina Ayunda, tertera sebuah nama di depan sampul buku itu.
.
Iapun membuka-bukanya, didalamnya terdapat tulisan-tulisan yang belum sempat ia baca, tulisan yang Nina tulis pada waktu Nina masih bersama Ardian.
.
Aku mencintaimu, sampai-sampai aku lupa kapan aku mulai mencintaimu, sampai-sampai aku takut bagaimana jika aku berhenti mencintaimu.
~Aku denganmu, saat kau belikan aku sebuah pita berwarna merah jambu~
.
"Pita merah jambu? haha" Indra terkekeh sambil membuka lembaran selanjutnya.
.
Aku tidak suka cewek-cewek pemandu sorak itu bercanda bersamamu.
~saat aku diam-diam menunggumu mencetak sebuah gol~
.
"Iish.. pencemburu sekali ni cewek"
.
bahagia sekali rasanya, tadi sore kamu diam-diam memanjat pagar halaman rumahku dan kamu bawakan aku seekor anak kelinci yang begitu lucu
~saat kamu memintaku untuk menjadi pacarmu~
.
Indrapun tertawa "Anak marmut dia bilang?, bahkan gue ngambil hati cewek minimal beliin sepatu atau tas. Cuma dikasih kelinci aja dia ga bisa move on sampe bertahun-tahun. Yang bener aja ni cewek"
.
Lembar demi lembar dibukanya, sampai ia membaca sebuah tulisan terakhir.
.
Selamat tinggal Ardian, semoga kamu bahagia disisi Tuhan, aku akan selalu mengingatmu dalam sebuah kenangan.
~saat aku hanya mampu memandang fotomu~
.
Lalu Indra terdiam, kemudian ia mulai menyadari kenapa Nina memandangnya dengan tatapan penuh kesedihan saat dikedai kopi.
.
Indra meletakkan buku dan foto itu diatas meja.
.
"Kenapa juga harus menyukai seseorang segitu dalemnya, naif"
Lalu beranjak menuju ke kamar mandi.
.
Dan sesaat setelah selesai mandi, ia mengambil dan memandang foto itu kembali.
.
"Sebenernya bukan urusan gue, tapi kayaknya ni buku penting banget buat dia" katanya dalam hati.
.
Diambilnya sebuah kertas pemberian Aris.
.
"Ya, Hallo" Seru Nina.
Namun Indra tak juga berbicara.
.
"Hallo..?" seru Nina lagi.
.
"Hallo" sahut Indra
.
"Iya, ini siapa?"
.
"Ini Indra" sahutnya, "kita ketemu dua minggu lalu di kedai kopi" tambahnya lagi
.
Nina terkejut, wajah pria itupun tergambar di pikirannya, wajah yang tidak asing baginya.
.
Suasana menjadi hening, Nina menjadi begitu tegang, jantungnya berdegub lebih cepat.
.
"Oh, i iya" Ucap Nina gugup.
.
Indra terkekeh mendengar suara Nina.
"Yang jelas aku bukan hantu, ga perlu tegang begitu" sahutnya.
.
Nina mengerutkan kedua alisnya, mungkin reaksinya berlebihan, pikirnya. Lalu ia menggela nafas, mencoba untuk tenang.
.
"Emm.. Ada perlu apa?" tanya Nina mencoba sedikit lebih tenang.
.
"Buku kamu ketinggalan di meja kedai, aku yang simpen"
.
"Ah syukurlah, terimakasih" sahut Nina merasa lega.
.
"Ga masalah" kata Indra.
.
Emm.. maaf sebelumnya, tapi.. bisa ga tolong kamu kirim itu buku ke kantor aku pake kurir?" sahut Nina.
.
"Ga bisa" seru Indra
.
"Oh, ngerepotin ya?"
.
"Bisa kita ketemu?" tanya Indra,
.
"Ketemu? kita berdua?" sahut Nina tegang.
.
"Kenapa?"
.
"Tapi.. anu.." sahut Nina bingung.
.
"Haduuh.. terserah kamu mau dateng sendiri atau ngajak Enyak, Encing, Babe, se-RT juga boleh" seru Indra, besok sepulang kerja di kedai kopi yang sama, gimana?" lanjutnya.
.
"Tapi... Oh gini aja nanti aku order abang Gojek buat ambil bukunya, gimana?"
.
Indra menghela nafas, "Apa perlu ntar aku pakai topeng spiderman biar kamu ga lihat ni muka?" sahutnya kesal
.
"Bukan begitu.." sahut Nina merasa canggung.
.
"Lagian kamu tuh ga ada sopan-sopannya, punya utang bayar kek"
sahut Indra.
.
"Hutang?" tanya Nina bingung
.
"Nah lupa kan?, kemarin habis ngopi kamu main pergi gitu aja, emang kamu pikir siapa yang bayar?"
.
"Ah" Nina merasa malu sambil menepuk jidatnya.
.
"Ah?" sahut Indra.
.
"Iya, maaf" sahut Nina, "Emm.. baiklah besok sepulang kerja" lanjutnya lagi.
.
"Nah gitu dong, oke"
To be continue.
No comments:
Post a Comment